Gunung Lanang Kulon Progo: Wisata Ziarah Bernuansa Sejarah

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya dikenal lewat wisata pantainya yang memukau atau deretan candi peninggalan masa lalu, tetapi juga menyimpan situs-situs sakral yang sarat dengan nilai sejarah dan spiritual. Salah satu destinasi wisata religi dan budaya yang cukup menonjol adalah Gunung Lanang yang terletak di wilayah Kulon Progo, tepatnya di kawasan pesisir selatan, tidak jauh dari Pantai Congot. Lokasi ini menyajikan perpaduan keindahan alam bukit yang eksotik dengan kisah-kisah mistis yang melekat sejak zaman kerajaan Mataram Hindu Kuno hingga Mataram Islam, bahkan dihubungkan pula dengan laku spiritual Presiden Soeharto.

Dalam artikel ini, Explore Jogja akan meninjau Gunung Lanang secara mendalam, mulai dari asal usul nama dan mitosnya, jejak spiritual yang mengundang rasa ingin tahu, hingga tradisi budaya Ruwatan Agung Tumapaking Laku Suci yang rutin digelar setiap 1 Suro. Tidak ketinggalan, akan dibahas pula ragam bangunan dan simbol-simbol bernuansa Hindu yang menambah keunikan kawasan ini.

Asal Usul Nama Gunung Lanang dan Makna Filosofinya

Eksplorasi Wisata Religi Gunung Lanang Kulon Progo: Jejak Sejarah, Spiritualitas, dan Tradisi Budaya

Gunung Lanang, atau dalam beberapa sumber juga disebut Astana Jingga dan Badraloka Mandira, merupakan sebuah bukit kecil seluas sekitar 500 meter persegi yang berada di Padukuhan Bayeman, Kalurahan Sindutan, Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo. Secara geografis, lokasinya terletak tidak jauh dari bibir Pantai Glagah dan Pantai Congot, membuatnya strategis dikunjungi wisatawan yang sedang bertamasya ke kawasan pesisir selatan Yogyakarta.

Dalam bahasa Jawa, kata “Lanang” memiliki arti “laki-laki.” Penamaan Gunung Lanang ini tak lepas dari kisah yang telah hidup turun-temurun di kalangan masyarakat setempat. Konon, pada masa pemerintahan Mataram Hindu Kuno, bukit ini dijadikan tempat bertapa oleh seorang bangsawan pria yang sedang menjalani laku spiritual atau tapa brata untuk mencari pencerahan batin. Praktik tapa di lokasi terpencil semacam ini lazim dilakukan oleh kalangan ningrat zaman dulu untuk mendekatkan diri pada kekuatan adikodrati sekaligus memohon petunjuk terkait garis hidup dan kewibawaan.

Karena diyakini sebagai petilasan atau jejak pertapaan bangsawan pria itu, masyarakat sekitar memberi nama Gunung Lanang untuk menegaskan karakter maskulinitas sakralnya. Keyakinan ini juga diperkuat dengan berbagai tradisi ritual yang terus dilestarikan sampai sekarang, seperti ruwatan dan labuhan, yang makin menegaskan citra Gunung Lanang sebagai lokasi yang penuh muatan spiritual bagi siapa saja yang ingin menempuh “laku suci.”

Nama-nama lain yang disematkan pada beberapa bangunan di kompleks Gunung Lanang, seperti Astana JinggaBadraloka MandiraCandi Wisuda Penitisan, dan Tirta Kencana, umumnya mengandung arti simbolis yang merujuk pada sinar, keagungan, serta pencerahan. Misalnya, Astana Jingga berarti tempat yang memancarkan sinar kuning kemerahan, sedangkan Badraloka Mandira bermakna bangunan batu bata yang memancarkan wibawa suci. Semua ini berpadu membangun citra Gunung Lanang sebagai pusat spiritual yang kaya makna filosofis, tidak hanya bagi warga lokal tapi juga bagi peziarah dari luar daerah.

Jejak Spiritualitas Di Gunung Lanang Kulon Progo: Mitos Raja-Raja Mataram dan Tirakat Presiden Soeharto

Jejak Spiritualitas Di Gunung Lanang Kulon Progo: Mitos Raja-Raja Mataram dan Tirakat Presiden Soeharto

Menariknya, Gunung Lanang tidak hanya dikaitkan dengan pertapaan bangsawan Mataram Hindu Kuno. Pada perkembangan berikutnya, bukit ini juga menjadi lokasi yang sering dijadikan tempat tirakat atau semedi oleh para penguasa Mataram Islam. Dari cerita lisan masyarakat, tercatat nama-nama besar seperti Sultan Hamengkubuwono VIISultan Hamengkubuwono IX, bahkan putra Sunan Mangku Rat I, yang diyakini pernah menjalani laku spiritual di sini. Hal ini mempertegas Gunung Lanang sebagai salah satu titik penting dalam peta spiritual kerajaan-kerajaan Jawa.

Selain para raja, aura mistis Gunung Lanang kian kuat ketika dikaitkan dengan sosok Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto. Konon, semasa hidupnya, Soeharto dikenal gemar melakukan tapa brata atau tirakat di tempat-tempat tertentu yang dipercaya sebagai lokasi “mencari wahyu raja.” Tradisi spiritual semacam ini memang lazim dalam budaya Jawa, di mana seorang pemimpin melakukan tapa untuk memperoleh legitimasi kosmis atas kepemimpinannya. Catatan dan kisah tutur warga sekitar menyebutkan bahwa Gunung Lanang pernah menjadi salah satu tempat Soeharto melakukan laku tirakat.

Jejak spiritual Presiden Soeharto di Gunung Lanang ini memperkuat mitos lama tentang tempat ini sebagai lokasi memperoleh wahyu keprabon atau wahyu keraton, yakni restu gaib bagi seorang raja untuk memimpin. Tak heran jika hingga kini, Gunung Lanang masih rutin didatangi para peziarah dari berbagai daerah yang ingin “ngalap berkah” atau memohon kelancaran karier, jabatan, hingga keselamatan hidup.

Fenomena ini menegaskan fungsi Gunung Lanang tidak hanya sebagai destinasi wisata alam biasa, melainkan juga sebagai ruang spiritual tempat bertautnya harapan manusia dengan nilai-nilai transenden yang diwariskan turun-temurun dari era Mataram Kuno hingga masa Indonesia modern.

Tradisi Budaya Ruwatan Agung Tumapaking Laku Suci

Salah satu daya tarik utama Gunung Lanang yang membedakannya dari destinasi wisata lain adalah adanya tradisi budaya religius yang telah berjalan lama, yaitu Ruwatan Agung Tumapaking Laku Suci. Tradisi ini rutin diadakan setiap tanggal 1 Suro, yakni penanggalan dalam kalender Jawa yang diyakini sebagai waktu paling sakral untuk melakukan introspeksi dan ritual pensucian diri.

Ruwatan ini tidak hanya mengundang masyarakat Kulon Progo, tetapi juga peziarah dan wisatawan dari berbagai daerah. Dalam ritual ini biasanya dilakukan ruwat sengkolo dan ruwat sukerto, dua jenis ruwatan yang bertujuan membersihkan diri dari kesialan atau beban hidup yang diyakini bersumber dari unsur metafisik. Tradisi ini dilengkapi dengan prosesi kirab hasil bumi sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas rezeki yang diberikan Tuhan, diikuti pementasan wayang kulit, serta labuhan atau upacara larung sesaji ke laut.

Nuansa sakral Ruwatan Agung ini semakin terasa ketika ratusan orang berkumpul di Sasana Indra, yakni pelataran utama Gunung Lanang yang menjadi pusat ritual. Di tempat ini pula terdapat prasasti Gunung Lanang, berupa tugu kecil berbentuk kuncup bunga berhiaskan aksara Jawa, yang diyakini sebagai titik paling sakral di kawasan ini.

Tradisi budaya seperti ini tentu menjadi magnet wisata tersendiri. Wisatawan yang datang tidak hanya menikmati keindahan alam perbukitan, tetapi juga dapat menyaksikan langsung kekayaan ritual yang menjadi bagian penting identitas budaya masyarakat Jawa. Dari sinilah Gunung Lanang memperoleh nilai tambah bukan sekadar sebagai tempat wisata alam, tetapi juga destinasi wisata budaya sekaligus religi yang penuh pelajaran tentang harmoni manusia dengan alam semesta.

Kompleks Gunung Lanang: Bangunan Bernuansa Hindu dan Makna Simboliknya

Kompleks Gunung Lanang: Bangunan Bernuansa Hindu dan Makna Simboliknya

Jika Anda berjalan-jalan menyusuri area Gunung Lanang, akan dijumpai sejumlah bangunan serta ornamen yang banyak mengadopsi nama-nama dan konsep bernuansa Hindu. Ini menjadi keunikan tersendiri, mengingat wilayah Kulon Progo sendiri secara sosial budaya lebih dikenal dengan dominasi tradisi Jawa-Islam.

Beberapa nama penting di kompleks ini antara lain Astana JinggaBadraloka MandiraCandi Wisuda Penitisan, serta Tirta Kencana. Nama-nama ini bukan tanpa makna. Misalnya, Astana Jingga diartikan sebagai tempat yang memancarkan sinar kuning kemerahan—merujuk pada simbol cahaya atau pencerahan batin. Sementara itu, Badraloka Mandira berarti bangunan batu bata yang memancarkan aura agung, menegaskan kesan monumental dan sakral.

Tak hanya itu, di area Tirta Kencana pengunjung akan menemukan ornamen unik berupa Prasasti Ajisaka. Terbuat dari semen, prasasti ini didesain mirip pohon lengkap dengan dahan dan ranting yang dihiasi aksara Jawa. Tulisan-tulisan di prasasti ini berisi ajaran moral, mengingatkan setiap pengunjung akan nilai-nilai luhur yang diwariskan para leluhur.

Kehadiran unsur-unsur Hindu ini mencerminkan jejak panjang akulturasi budaya di tanah Jawa, di mana kepercayaan animisme, Hindu, Buddha, hingga Islam melebur secara harmonis membentuk lanskap budaya yang kita kenal saat ini. Kompleks Gunung Lanang dengan sendirinya menjadi museum hidup, tempat Anda dapat belajar banyak tentang bagaimana simbol-simbol spiritual lintas masa terawat dan tetap relevan di hati masyarakat.

Gunung Lanang Sebagai Destinasi Wisata Religi dan Budaya yang Patut Dikunjungi

Dari uraian panjang di atas, dapat disimpulkan bahwa Gunung Lanang adalah destinasi wisata di Kulon Progo yang sangat kaya baik dari sisi alam, sejarah, budaya, maupun spiritualitas. Tidak banyak tempat yang dapat menghadirkan pengalaman wisata komplit seperti ini—menawarkan panorama bukit yang asri, menyimpan kisah mistis tentang raja-raja Jawa dan presiden Indonesia, hingga menjadi panggung tradisi budaya yang tetap lestari di era modern.

Bagi Anda yang ingin melakukan wisata yang berbeda, yakni tidak hanya memanjakan mata dengan keindahan alam tetapi juga mengasah batin lewat ziarah budaya dan spiritual, Gunung Lanang adalah pilihan sempurna. Datanglah saat bulan Suro untuk merasakan langsung semaraknya Ruwatan Agung Tumapaking Laku Suci, atau kunjungi di hari-hari biasa untuk menikmati ketenangan suasana perbukitan sambil merenungi pesan-pesan filosofi Jawa yang terpahat di setiap sudut kompleks.

Dengan segala keistimewaannya, Gunung Lanang tidak hanya layak dikunjungi sekali, tetapi menjadi destinasi yang selalu memanggil untuk didatangi kembali—mencari makna, memohon restu, atau sekadar mengagumi warisan kebijaksanaan para leluhur yang masih hidup hingga hari ini.

Alamat dan Peta Lokasi

Alamat: Sibolong, Jatimulyo, Kec. Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55674


Rizki

Rizki

Rizki Purnama adalah seorang travel content writer berbakat dengan pengalaman dalam menulis tentang destinasi wisata dan petualangan. Ia memiliki kecintaan yang mendalam terhadap dunia perjalanan dan selalu bersemangat untuk berbagi pengalaman dan cerita menarik melalui tulisannya.
https://xplorejogja.com