Sendratari Ramayana Prambanan merupakan suatu keajaiban seni tari yang memukau di tanah Jawa, Indonesia dengan jadwal pertunjukan reguler di 2025 dan harga tiket yang terjangkau.
Pertunjukan ini menggabungkan keanggunan tari dengan dramatisme tanpa dialog, mengangkat cerita Ramayana yang terkenal.
Berlokasi di dekat Candi Prambanan, salah satu keajaiban arsitektur Indonesia, sendratari ini telah menjadi bagian penting dari budaya dan tradisi seni Jawa sejak tahun 1961.
Daftar Isi
Sendratari Ramayana Prambanan: Menggabungkan Keindahan Tari dan Drama Tanpa Dialog
Kisah epik Hindu, Ramayana, diadaptasi dengan indah dalam budaya Jawa, menciptakan Sendratari Ramayana yang unik dan menawan.
Lebih dari 200 penari profesional dan musisi lokal bergabung dalam pertunjukan megah ini, yang digelar di panggung terbuka dengan Candi Prambanan sebagai latar belakang spektakuler.
Jalinan cerita Ramayana juga diabadikan dalam bentuk relief yang menghiasi Candi Siwa.
Cerita Ramayana menampilkan perjalanan pahlawan Rama dalam upayanya menyelamatkan Sita, sang istri yang diculik oleh raja Negara Alengka, Rahwana.
Sendratari Ramayana Prambanan rutin digelar pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu, dengan pementasan di panggung terbuka (Open Stage) khusus di bulan Kemarau, sementara di luar bulan tersebut, pertunjukkan diselenggarakan di panggung tertutup (Trimurti Stage).
Jangan lewatkan pengalaman magis dari Sendratari Ramayana yang digelar di malam hari, pukul 19.30 hingga 21.30 WIB.
Untuk jadwal lengkap pementasan, pastikan untuk mengacu pada informasi jadwal yang tersedia.
Mari bersatu dalam keindahan tarian dan kekuatan cerita Ramayana melalui Sendratari Ramayana Prambanan, sebuah pertunjukan seni yang memikat dan menakjubkan!
Pertunjukan Sendratari Ramayana Diadakan Setiap Hari Apa Saja?
Sendratari Ramayana Prambanan digelar dengan semarak tiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu.
Pementasan ini berlangsung di panggung terbuka (Open Stage) selama bulan Kemarau, yang berlangsung dari Mei hingga Oktober.
Namun, di luar periode tersebut, pertunjukan tetap berlanjut dengan digelar di panggung tertutup (Trimurti Stage) pada bulan Januari hingga April & November hingga Desember.
Mari saksikan keindahan tari epik ini yang akan memukau hati dan jiwa Anda!
Jangan lewatkan momen berharga ini saat mengunjungi Candi Prambanan, dan nikmati kisah Ramayana yang timeless dalam setiap gerakan indahnya.
Berapa Lama Durasi Pertunjukan Sendratari Ramayana?
Tak perlu khawatir terjebak dalam waktu yang lama, pertunjukan Sendratari Ramayana hadir dengan durasi yang memukau selama kurang lebih dua jam.
Setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu, Anda dapat menikmati keajaiban tari epik ini mulai pukul 19.30 hingga 21.30 WIB.
Jadi, jangan lewatkan kesempatan berharga untuk menyaksikan kisah epik Ramayana yang dipersembahkan dengan indah dan penuh pesona di panggung terbuka Candi Prambanan.
Jadikan momen ini sebagai petualangan yang tak terlupakan dalam liburan Anda!
Baca Juga: Jam Buka, Harga Tiket Masuk Candi Prambanan Terbaru
Harga Tiket dan Lokasi Tempat Diadakannya Sendratari Ramayana Prambanan
Lokasi pertunjukan berada di Trimurti Theatre/ Trimurti Art Building (Indoor) & Open Stage (Outdoor).
Alamatnya berada di Jl. Raya Jogja-Solo KM 16, Tamanmartani, Kalasan, Klurak, Tamanmartani, Kec. Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lalu untuk harga tiket pertunjukan Sendratari Ramayana di Prambanan adalah sebagai berikut:
- Tiket VIP : IDR 450.000
- Tiket Spesial : IDR 300.000
- Tiket Class I : IDR 150.000.
- Tiket Pelajar Lokal / Domestik Student : IDR 50.000
Tips Berkunjung ke Sendratari Ramayana Prambanan: Nikmati Pertunjukan yang Mengagumkan!
Dengan tips ini, Anda akan memiliki pengalaman yang mengesankan dan tak terlupakan.
- Periksa Peta Tempat Duduk: Sebelum membeli tiket, pastikan Anda melihat peta tempat duduk Ramayana Ballet di Candi Prambanan. Dengan begitu, Anda bisa memilih tempat yang paling nyaman dan sesuai dengan preferensi Anda.
- Datang Lebih Awal: Pintu pertunjukan akan dibuka pukul 18.00, dan kami menyarankan Anda tiba sekitar pukul 18.30. Datang lebih awal memungkinkan Anda untuk menikmati suasana sekitar dan menemukan tempat duduk dengan tenang.
- Istirahat 10 Menit: Pertunjukan memiliki istirahat selama 10 menit, jadi gunakan waktu ini untuk meregangkan kaki dan mengambil napas segar. Anda bisa membeli minuman atau camilan di sekitar tempat pertunjukan.
- Siapkan Pakaian dan Perlengkapan: Jika Anda menonton pertunjukan di luar ruangan, pastikan Anda membawa jaket, payung, atau mantel hujan. Sebagai bentuk persiapan, Anda dapat memeriksa cuaca sebelumnya.
- Tepat Waktu untuk Penukaran Tiket: Pastikan Anda menukarkan tiket Anda setidaknya 30 menit sebelum pertunjukan dimulai. Hal ini memastikan Anda tidak terburu-buru dan dapat menikmati suasana sebelum pertunjukan dimulai.
Jadwal Pertunjukan:
- Sendratari Roro Jongrang: Setiap hari Jumat.
- Sendratari Ramayana di Teater Trimurti: Setiap hari Selasa & Kamis.
- Sendratari Ramayana di Teater Terbuka: Setiap hari Sabtu.
Sekarang Anda siap menikmati pertunjukan spektakuler dari Sendratari Ramayana Prambanan!
Tentang Kisah Epos Ramayana
Sendratari Ramayana Prambanan mengisahkan epik Ramayana dengan memanfaatkan sumber cerita dari Serat Rama, karya sastra Jawa Baru yang populer di kalangan masyarakat.
Serat Rama, yang digubah oleh Yasadipura I (1729-1802), dianggap sebagai salah satu kitab Jawa masa kini yang paling baik.
Meskipun demikian, Poerbatjaraka juga menyoroti penulis Serat Rama yang dianggap kurang menguasai bahasa Jawa Kuno, sehingga sebagian bagian yang sulit dipahami dihilangkan dan diganti.
Tentu saja, Serat Rama memiliki perbedaan dengan versi Ramayana karya Walmiki yang dianggap sebagai versi orisinal Ramayana.
Sumber cerita Serat Rama didasarkan pada naskah Ramayana Kakawin, tertua di Indonesia, yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dalam bentuk syair kakawin.
Ramayana Kakawin tidak mengambil sumber dari Ramayana Walmiki, melainkan dari karya Ravanavadha oleh Bhatti dari India.
Tidak seperti Ramayana Walmiki, Serat Rama dan pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan tidak mencakup kanda pertama (Balakanda) dan kanda ketujuh (Uttarakanda), sehingga cerita berakhir setelah Shinta melewati api unggun dan membuktikan kesuciannya.
Menurut Poerbatjaraka, Ramayana Kakawin dibuat sezaman atau setelah Candi Prambanan berdiri, karena dalam penulisan Ramayana Kakawin, penulis membayangkan candi Siwa berada di depan matanya.
Oleh karena itu, relief cerita Ramayana di Candi Prambanan tidak didasarkan pada Ramayana Kakawin, dan versi relief di sini lebih mirip dengan Hikayat Sri Rama yang ditulis dalam bahasa Melayu.
Serat Rama sendiri memiliki perbedaan dengan Ramayana Kakawin. Cerita Serat Rama dimulai dengan adegan istana dan asal-usul keluarga Rahwana, yang merupakan kutipan dari Kitab Arjuna Wijaya karya Empu Tantular.
Relief cerita Ramayana di Candi Siwa dan Candi Brahma menceritakan kisah dari kelahiran Rama hingga penobatan Kusa, putra Rama sebagai raja di Ayodya.
Relief Ramayana di Candi Siwa terpahat pada 24 bidang dan 42 adegan, sementara di Candi Brahma terpahat pada 21 bidang dan 30 adegan.
Dengan berbedanya sumber cerita yang digunakan, Sendratari Ramayana yang merujuk pada Serat Rama dan relief Candi Prambanan yang diduga berasal dari Hikayat Sri Rama, pementasan menghadirkan perbedaan dalam cerita terutama di bagian akhir kisah.
Bagian akhir pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan berbeda dengan Ramayana karya Walmiki. Pertunjukan berakhir dengan pertemuan kembali Rama dan Sita. Sementara itu, versi Walmiki mencakup kitab ketujuh, di mana rakyat Ayodhya masih meragukan kesucian Sita, dan Rama menguji kesucian Sita dengan sumpah.
Akhirnya, bumi terbelah, dan Sita pergi ke dalam bumi bersama Dewi Pertiwi, meninggalkan Rama. Rama menyerahkan takhtanya sebagai raja Ayodhya kepada putra-putranya, Kusa dan Lawa, dan kembali ke khayangan menjadi Dewa Wisnu.
Pementasan Kisah Epik Ramayana dalam Sendratari Ramayana Prambanan: Persilangan Sumber Cerita
Semula wiracita Ramayana di Prambanan dipentaskan dalam enam episode yang kaya akan tari dan drama tanpa dialog.
Keenam episode tersebut meliputi: (1) “Hilangnya Dewi Sita”; (2) “Hanuman Duta”; (3) “Hanuman Obong”; (4) “Pembuatan Jembatan Menuju Ngalengka”; (5) “Gugurnya Kumbakarna”; dan (6) “Ujian Kesetiaan Sita” atau “Sita Obong”.
Namun, sejak tahun 1961, episode 2 dan 4 dianggap kurang menimbulkan klimaks dan kurang menarik perhatian penonton.
Oleh karena itu, mulai tahun 1967, keenam episode tersebut dipadatkan menjadi empat episode yang menggabungkan cerita-cerita yang terkait.
Setiap awal episode selalu diawali dengan lantunan nyanyian pesindhen yang memberitahu penonton bahwa pagelaran Ramayana selalu diselenggarakan pada bulan purnama.
Sebelum cerita dimulai, prosesi delapan penari pria berbusana prajurit Keraton Surakarta mengawal tujuh wanita yang membawa sesaji.
Para prajurit akan menampilkan gerak tari gagah, sementara wanita pembawa sesaji meletakkan sesaji dan dupa di dekat gamelan.
Setelah itu, para wanita tersebut akan duduk di antara penabuh gamelan dan melanjutkan tugas mereka sebagai vokalis atau waranggana, sementara para prajurit meninggalkan panggung.
Di belakang panggung, seorang pembawa acara akan membacakan cerita dalam bahasa Inggris, disertai musik dari gamelan, sesuai dengan episode yang akan ditampilkan.
Biasanya, tiap episode dimulai pada pukul 19.00 dan berakhir pukul 21.00.
Mari kita bahas secara ringkas isi dari keempat episode ini:
Episode 1: “Hilangnya Sita”
Episode 1 terdiri dari 3 babak dengan total 57 adegan.
Babak pertama menggambarkan istana Alengka dan kedatangan serta laporan Sarpakenaka kepada Rahwana.
Selanjutnya, Rahwana memutuskan untuk menculik Sita bersama Marica.
Babak kedua menceritakan Rama, Sita, dan Laksmana di Hutan Dandaka.
Sita digoda oleh Kijang Kencana yang merupakan penjelmaan Marica, lalu Rama memburu kijang tersebut.
Kemudian, Sita yang ditinggal Laksmana diculik oleh Rahwana.
Jatayu berusaha menolong Sita, dan Rama bertemu dengan Jatayu yang hampir tewas.
Babak ketiga menggambarkan perang antara Subali dan Sugriwa yang berakhir dengan tewasnya Subali.
Episode 2: “Hanuman Duta”
Episode 2 terdiri dari 7 babak dengan total 71 adegan.
Babak pertama menggambarkan Gua Kiskenda yang dihadiri oleh Sugriwa, Rama, Laksmana, dan penugasan 4 duta yang dipimpin oleh Hanuman untuk mencari Sita.
Babak kedua menceritakan rombongan Hanuman yang tertipu jebakan dan tipu daya Sayempraba hingga buta.
Babak ketiga menceritakan Raja Garuda Sempati yang menyembuhkan Hanuman dan rombongannya, lalu memberikan petunjuk tentang cara menuju Alengka.
Babak keempat menggambarkan Sita yang dirayu oleh Rahwana di Taman Argasoka.
Babak kelima berisi pertemuan Hanuman dengan Sita di Argasoka dan perang Hanuman dengan Indrajit hingga Hanuman tertawan.
Babak keenam menceritakan Indrajit membawa Hanuman ke hadapan Rahwana, Rahwana yang marah dan memukul Hanuman sampai jatuh.
Wibisana memperingatkan Rahwana bahwa tidak pantas memperlakukan duta yang tidak berdaya.
Babak ketujuh, Hanuman dihukum dengan cara membakarnya hidup-hidup, namun Hanuman malah mengambil sebagian api yang membakarnya dan berlari ke arah tumpukan jerami sebagai tiruan perumahan di Alengka dan membakarnya.
Hanuman meninggalkan Alengka untuk melapor kepada Rama.
Episode 3: “Gugurnya Kumbakarna”
Episode 3 terdiri dari 4 babak dengan total 42 adegan.
Babak pertama menggambarkan usaha Rama bersama bala tentara kerajaannya untuk membangun jembatan yang menghubungkan India Selatan dengan Alengka.
Babak kedua berisi kedatangan Anggada sebagai utusan ke Alengka, Rahwana yang hendak membunuh Anggada dicegah oleh Kumbakarna dan berakhir dengan diusirnya Kumbakarna.
Babak ketiga menggambarkan perang antara tentara Alengka dengan pasukan kera. Indrajit melepaskan panah Nagapaksa yang berwujud ular dan melumpuhkan pasukan kera.
Nagapaksa dalam Sendratari Ramayana Prambanan ditampilkan dengan wujud lima orang penari wanita yang mengenakan busana seperti ular.
Wibisana membalas dengan panah Garuda dan berhasil mengatasi efek dari Nagapaksa.
Panah Garuda ditampilkan dengan wujud sejumlah penari dengan kostum burung garuda.
Adegan selanjutnya adalah pertarungan antara Indrajit dan Laksmana. Babak keempat menggambarkan pertarungan antara Kumbakarna dan Sugriwa.
Sugriwa yang terdesak dibantu oleh Laksmana, dan Laksmana akhirnya menewaskan Kumbakarna. Para bidadari menyambut arwah Kumbakarna.
Episode 4: “Api Suci Sita”
Episode 4 terdiri dari 4 babak dengan total 48 adegan. Babak pertama menggambarkan Rahwana yang merayu Sita, namun Sita tetap menolak.
Rahwana menunjukkan kepala yang mirip dengan Rama dan Laksmana, menyebabkan Sita pingsan.
Babak kedua berisi perang antara pihak Rama dan Rahwana, dan akhirnya Rahwana tewas di tangan Rama.
Babak ketiga adalah saat Rama menobatkan Wibisana sebagai raja Alengka.
Namun, kehadiran Sita ditolak oleh Rama karena dianggap telah kehilangan kesuciannya setelah disentuh oleh Rahwana.
Sita membuktikan kesuciannya dengan percobaan masuk ke dalam kobaran api.
Dalam percobaan ini, Sita dibimbing oleh Dewa Api, Batara Brama, dan akhirnya Sita berhasil keluar dari kobaran api tersebut.
Adegan berakhir dengan Rama, Sita, Laksmana, serta para pembesar bala tentara kera meninggalkan panggung.
Cerita Utuh Sendratari Ramayana
Sejak tahun 1996, pagelaran Sendratari Ramayana juga disajikan dalam bentuk cerita utuh.
Penyajian cerita utuh ini ditangani oleh Yayasan Roro Jonggrang serta beberapa grup tari lain seperti Kasanggit dan Cahya Gumelar.
Penampilan cerita utuh memakan waktu dua jam, dan keempat episode dipadatkan menjadi satu cerita yang menggambarkan semua bagian dari epik Ramayana.
Berbagai grup tari, termasuk Yayasan Roro Jonggrang, berkesempatan untuk menampilkan cerita utuh ini secara bergantian.
Selain Yayasan Roro Jonggrang, beberapa grup lain yang tampil di panggung ini termasuk Cahya Gumelar, Kasanggit, Guwawijaya, Sekar Puri, Wisnu Murti, dan OMM.
Karakterisasi Gaya Tari dalam Sendratari Ramayana Prambanan
Bersiaplah untuk menyaksikan keindahan gerak tari yang menggugah dalam panggung Sendratari Ramayana Prambanan.
Setiap karakter tari dihadirkan dengan sentuhan khas dari dunia wayang orang.
Perjalanan awalnya didominasi oleh gaya tari Surakarta, namun dengan waktu, teknik gerak Yogyakarta pun turut menyelip.
Uniknya, penyajian kedua gaya ini menghadirkan ciri khas tersendiri, di mana Surakarta memancarkan sentuhan romantis, sedangkan Yogyakarta lebih mengandung elemen klasik yang kuat.
Gaya Surakarta pertama kali mendominasi karena beberapa koreografer proyek awal berasal dari sana.
Salah satu pemimpin proyek, GPH Soerio Hamidjojo, adalah ahli tari dan karawitan terkemuka di Surakarta.
Tidak hanya itu, RT Atmokesowo, seorang ahli tari Surakarta, juga menjadi salah satu pelatih.
Namun, semakin berkembangnya Sendratari Ramayana, penari muda dari Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Yogyakarta juga turut ambil bagian, memperkaya gerak tari dengan pengaruh Yogyakarta dan daerah-daerah lain.
Sekarang, di Jawa Tengah, ketiga gaya sendratari hadir dengan megahnya: gaya Prambanan, gaya Surakarta, dan gaya Yogyakarta.
Setiap gerakan, setiap langkah, dan setiap ekspresi membawa jiwa kisah Ramayana hidup dalam harmoni gerak yang mengagumkan.
Dalam panggung yang penuh keajaiban ini, saksikanlah tari yang memikat dan menceritakan kisah abadi dalam bahasa unik gerak tari.
Dalam gemerlap cahaya panggung, kau akan dihanyutkan dalam pesona tari dari tiga gaya yang luar biasa ini, mengawali perjalananmu menuju dunia magis Ramayana yang tak terlupakan.
Keajaiban Teater Candi Prambanan
Sambutlah keindahan panggung terbuka Candi Prambanan, di mana kisah Ramayana mengalami kehidupan yang luar biasa.
Pertama kali dipentaskan pada tahun 1961, panggung terbuka ini dulunya berada di dalam kompleks Candi Prambanan.
Namun, demi memperluas pengalaman pementasan, sebuah panggung terbuka baru dibangun di luar zona candi.
Panggung megah yang baru ini menampung hingga 991 penonton, berlokasi di sebelah barat kompleks Candi Prambanan, menyatu dengan pesona aliran Kali Opak.
Para penonton duduk menghadap ke arah timur, dengan candi-candi agung, Siwa, Wisnu, dan Brahma, yang berdiri megah sebagai latar belakang panggung.
Ketika malam tiba, lampu sorot dengan tinggi yang memukau menghiasi candi-candi itu, menciptakan suasana latar yang begitu megah.
Namun, pertunjukan di panggung terbuka hanya bisa diselenggarakan pada musim kemarau, mulai dari bulan Mei hingga Oktober.
Pukul 19.30 menjadi saat magis dimulainya pentas, berlangsung hingga 21.30, tergantung pada kebaikan cuaca.
Pesonanya tak tertandingi saat kisah Ramayana hidup dalam gerak tari yang memukau, dibawakan di bawah langit yang melingkupi candi-candi kuno dan aliran sungai yang berkilauan.
Namun, jika ingin lebih intim dengan cerita utuh, Trimurti menanti dengan gagah di sebelah selatan panggung terbuka.
Gedung pertunjukan ini menampung antara 300 hingga 400 penonton.
Di sini, Sendratari Ramayana mengalami babak-babak emosionil dari awal perjalanan Rama yang mengikuti sayembara hingga momen haru pertemuan Rama dan Sinta.
Tak ada yang bisa menyamai pesona panggung terbuka Candi Prambanan dan ketegangan dari cerita yang diungkap di bawah cahaya bintang.
Inilah panggung di mana mitos berpadu dengan keindahan candi-candi kuno, menciptakan pengalaman tak terlupakan bagi siapapun yang menyaksikannya.
Setiap langkah tari, setiap nuansa cahaya, dan setiap helaian kisah akan terpatri dalam hati dan menjadi kenangan abadi di alam khayal.
Selamat menikmati perjalanan magis di teater penuh keajaiban ini, di mana kisah Ramayana bergema selamanya.
Keanggunan dan Elegansi Busana dalam Sendratari Ramayana Prambanan
Pentas Sendratari Ramayana Prambanan memikat hati dengan pesona busana dan rias yang menakjubkan.
Dari seorang penguasa seperti Rahwana, kita melihat kemegahan yang tercermin dalam busana berkelas seperti mekutha, penutup kepala para raja, dan motif batik parang rusak barong besar yang menawan.
Setiap kostum dirancang dengan cermat, memadukan keanggunan gaya Surakarta dengan kesederhanaan agar penari leluasa bergerak.
Atribut kepala penari mengacu pada relief Ramayana di Candi Prambanan, menciptakan kesatuan antara masa kini dan masa lalu yang ajaib.
Tentara kera yang menyertai perjalanan epik ini tampil dengan warna kulit yang mengesankan.
Dengan cat khusus, mereka mengenakan busana merah, seperti selendang atau sampur, serta riasan di wajah, menegaskan kekuatan mereka sebagai raksasa atau tokoh-tokoh kasar.
Rama, sang pahlawan, tampil dengan dua pilihan pakaian yang mencerminkan peran dan karakternya.
Saat berpetualang di hutan, dia mengenakan topong berwarna hitam, menyimbolkan rambut yang digelung ke atas.
Namun, pada episode selanjutnya, Rama tampil dengan mahkota yang menjadi ciri khas seorang raja.
Busana yang dipakai didominasi oleh motif batik parang, dengan sentuhan motif batik kawung yang indah.
Motif batik parang rusak barong besar menjadi busana eksklusif hanya untuk raja, sementara motif batik parang rusak gendreh yang berukuran sedang dipakai oleh para ksatria halus, dan motif batik parang rusak klithik dipilih oleh para putri.
Adalah indah melihat bagaimana setiap detail busana memperkuat identitas dan kedudukan setiap karakter.
Kesucian dan martabat Kumbakarna tercermin dalam busana putih yang dihias di pundaknya.
Penampilan ini mencerminkan kesatria yang berbudi luhur, yang berjuang bukan hanya untuk Rahwana, tetapi juga untuk negara Alengka.
Riasan wajah para penari tidak mencolok, mengikuti tradisi wayang orang.
Bagaimanapun, busana yang mempesona dan ekspresi gerak tari menjadi bahasa utama dalam pentas yang besar ini, karena penonton yang duduk agak jauh dari panggung.
Seiring berjalannya waktu dan dengan pengaruh budaya lain, Rama dan Laksmana tampil dengan nuansa yang berbeda di berbagai negara.
Di Indonesia, muka Rama dan Laksmana berwarna kuning natural, sementara di negara lain seperti Myanmar, Thailand, Kamboja, dan Malaysia, muka Rama tampil dalam nuansa hijau kebiru-biruan, sedangkan Laksmana dengan warna kuning.
Tiap perubahan dan variasi menambah pesona keunikan pentas ini.
Sendratari Ramayana Prambanan tak hanya mengisahkan kisah epik, tetapi juga mempesona dengan keindahan busana dan rias yang mendalam.
Setiap gerak tari, setiap nuansa warna, dan setiap desain kostum, semuanya menjadi harmoni yang tak terlupakan dalam pentas berlatar belakang candi-candi kuno, menyatukan kita dalam keajaiban dunia seni yang ajaib ini.